Selat Muria: Sejarah Jalur Perdagangan di Jawa yang Kini Jadi Daratan

Siapa sangka, hamparan daratan yang kini meliputi sebagian wilayah Demak, Kudus, Pati, dan Rembang di Jawa Tengah dulunya adalah sebuah selat yang ramai oleh aktivitas perdagangan. Selat Muria, namanya, memiliki sejarah panjang sebagai jalur penting yang menghubungkan wilayah utara Jawa dengan kawasan sekitar Gunung Muria (yang dahulunya diperkirakan merupakan sebuah pulau).

Pada masa kejayaannya, terutama sebelum abad ke-17 Masehi, Selat Muria merupakan urat nadi transportasi dan perdagangan. Kapal-kapal dagang dari berbagai региon, termasuk Tiongkok dan Maluku yang menuju pusat perdagangan Demak, hilir mudik melintasi selat ini. Demak, yang kala itu terletak persis di tepi Selat Muria, menjelma menjadi pelabuhan utama yang strategis. Berbagai komoditas diperdagangkan melalui jalur air ini, mulai dari beras dari pedalaman Jawa dan Muria, kain tradisional dari Jepara, hingga garam dan terasi dari Juwana.

Kronologi perubahan Selat Muria menjadi daratan merupakan proses alam yang berlangsung secara bertahap selama berabad-abad. Endapan atau sedimentasi dari sungai-sungai besar seperti Sungai Serang, Sungai Tuntang, dan Sungai Lusi yang bermuara di selat ini membawa material ke laut. Dengan kecepatan sedimentasi yang diperkirakan mencapai 30 meter per tahun, Selat Muria perlahan mengalami pendangkalan.

Lokasi selat yang dulunya lebar dan dapat dilayari dengan kapal-kapal besar, semakin menyempit dan dangkal. Puncaknya, sekitar abad ke-17, Selat Muria tidak lagi dapat dilalui oleh kapal-kapal dagang sepanjang tahun, terutama saat musim kemarau. Proses alam inilah yang kemudian menutup Selat Muria secara keseluruhan, mengubahnya menjadi daratan yang kita kenal sekarang.

Meskipun tidak ada nama pelaku dalam perubahan bentang alam ini, konsekuensi dari menghilangnya Selat Muria sangat signifikan. Kerajaan Demak, yang dulunya mengandalkan aktivitas maritim dan letaknya yang strategis di tepi selat, mengalami kemunduran ekonomi dan politik. Demak yang semula adalah kota pelabuhan, kini terisolasi oleh daratan.

Jejak keberadaan Selat Muria masih dapat kita lihat hingga kini melalui Sungai Kalilondo yang membentang dari Juwana hingga Ketanjung, yang merupakan sisa-sisa jalur air purba tersebut.