Bukan Sekadar Kenakalan Remaja: Membongkar Akar Masalah Bullying yang Berujung Fatal

Bullying sering dianggap sebagai bagian dari kenakalan remaja biasa. Orang dewasa kadang mengabaikannya dengan frasa “biarkan saja, nanti juga dewasa”. Namun, pandangan ini menyesatkan dan berbahaya. Bullying bukan hanya soal ejekan atau dorongan ringan; itu adalah tindakan kekerasan berulang yang bisa menyebabkan trauma mendalam. Akarnya jauh lebih kompleks daripada sekadar kenakalan.

Pola asuh yang permisif atau justru otoriter bisa jadi salah satu pemicunya. Anak yang tumbuh tanpa batasan jelas mungkin merasa berhak bertindak semena-mena. Sebaliknya, anak yang terlalu terkekang bisa melampiaskan frustrasinya pada orang lain yang dianggap lebih lemah. Kurangnya perhatian dari orang tua juga dapat membuat anak mencari pengakuan, bahkan dengan cara negatif.

Lingkungan sekolah pun berperan penting. Kurangnya pengawasan guru, ketiadaan program anti-bullying yang efektif, dan budaya sekolah yang mentolerir perilaku agresif menciptakan ruang subur bagi intimidasi. Ketika korban melaporkan, sering kali responsnya lambat atau tidak memadai, membuat mereka merasa tak berdaya. Hal ini juga memperburuk kenakalan remaja.

Media sosial dan teknologi juga memperluas arena bullying. Cyberbullying memungkinkan pelaku mengintimidasi korban kapan saja dan di mana saja. Komentar jahat, penyebaran rumor, atau foto yang memalukan dapat menyebar dengan cepat dan sulit dihapus. Ini membuat korban merasa tidak ada tempat aman, bahkan di rumah mereka sendiri.

Kondisi psikologis pelaku juga patut diperhatikan. Banyak pelaku bullying memiliki masalah emosional seperti rendahnya empati, ketidakmampuan mengendalikan amarah, atau bahkan gangguan perilaku. Mereka mungkin juga pernah menjadi korban di masa lalu, sehingga mengulangi siklus kekerasan yang pernah mereka alami. Ini adalah kenakalan remaja yang terstruktur.

Dampak bullying bisa sangat fatal, dari depresi, kecemasan, hingga bunuh diri. Korban seringkali merasa terisolasi, putus asa, dan kehilangan harga diri. Kasus-kasus tragis yang berujung pada kematian harus menjadi pengingat bahwa bullying adalah masalah serius, bukan sekadar kenakalan remaja yang remeh.

Maka, sudah saatnya kita melihat bullying sebagai masalah serius yang memerlukan penanganan komprehensif. Ini bukan hanya tanggung jawab sekolah, tapi juga orang tua, masyarakat, dan pemerintah. Program pencegahan yang efektif, dukungan psikologis, dan penegakan aturan yang tegas adalah kunci.